Kamis, 21 Februari 2013

PERBEDAAN YANG SEDERHANA

By : Veni Sylviani

Jakarta – 31 Desember 2011 | Stasiun Kota sudah mulai dipadati oleh ribuan orang yang ingin pergi berlibur beberapa hari ini, antrian diloket pembelian tiket sudah mulai panjang terlihat, berbondong-bondong orang datang membawa begitu banyak barang bawaan mereka dan rela berdesak-desakan masuk kedalam kereta. Tak kalah ramainya.. di halaman Kota Tua pun sudah mulai didatangi banyak orang yang sedang berlibur dan ingin berkumpul merayakan malam tahun baru bersama. Jakarta dimalam hari tidak pernah seindah ini.. padahal setiap tahunnya pasti selalu dihiasi kerlipan kembang api yang sama. Dia ada lagi disana, ditempat yang sama.

Sudah hampir dua tahun aku tidak melihatnya. Jangankan bertemu, bahkan tau kabarnya pun tidak. Dia adalah orang yang sama yang selalu membuatku tersenyum dua tahun lalu, dengan melihatnya saja sudah sangat membuat ku senang. Pernah dia melemparkan senyumnya ke arah ku, seketika jiwa yang sederhana ini merasa sangat lengkap. Aku tidak pernah takut pada siapapun kecuali Tuhanku, tapi setelah ada dia ketakutan ku bertambah satu.. aku takut kehilangannya. Ketakutan yang aneh memang, bahkan aku tidak pernah benar-benar memilikinya.. aku hanya memilikinya dalam khayalan hati dan pikiran ini.

6 Juni 2009, hari itu menjadi senja pertama yang begitu indah untuk ku. Hampir sembilan tahun aku menetap disini, di pinggir Stasiun Kota. Setiap harinya aku bekerja disekitar Stasiun dan Kota Tua, berkeliling menjajahkan minuman dari satu tempat ke tempat lain. Ribuan bahkan sudah milyaran orang yang kutemui, tapi hanya ada satu yang berbeda.

Sore itu, tepat pukul 5. Aku sedang duduk melepas lelah sejenak di pinggir gerbang Stasiun, lalu ‘Dia’ datang bersama teman-teman sebaya nya yang masih mengenakan seragam SMA lengkap dengan tas dan berbalut coretan-coretan penuh berwarna-warni dikemeja putihnya itu. Ya, hari kelulusan tiba. Mereka nampak merayakannya dengan berjalan-jalan mengelilingi kota Jakarta dan tak lepas juga mengunjungi daerah tempat tinggal ku.

Itu hari pertama aku melihatnya. Tak hebat memang, hanya pertemuan sederhana yang singkat.. namun begitu indah untuk ku. Dia berbeda dari yang lainnya, ‘Dia’ unik, ‘Dia’ baik, lucu, sopan, tampan pastinya.. aku bertanya-tanya dalam hati, siapa ‘Dia’ ? apa dia juga melihat ku?

Mereka tak lama ada di Stasiun Kota, hanya lewat. Lalu mereka berjalan kearah gedung Kota Tua. Aku terus mengikuti dibelakang mereka, memperhatikan dari kejauhan, seolah pandangan ini tak mau lepas dari gerak gerik nya.

Mereka bersantai di emperan kota tua itu. Berfoto bersama, tertawa, bergandengan. Seketika perasaan tak enak datang menghampiri ku.. aku tak pernah merasa sekecil ini. Batin ku lama kelamaan melemah, rasa minder yang menggigitnya. Aku yakin mereka tak pernah melihat kearah ku.. bagaimana mau melihat, bahkan mereka tidak tau kalau aku ada. Mana mau mereka memperdulikan gadis kecil yang jelek dan bau ini, apakah mungkin?

Aku berbeda dengan mereka, bahkan aku tak pantas ada diantara mereka. Aku sadar dengan “siapa aku” dan “siapa mereka”. Aku tak berharap banyak, aku hanya ingin terus bisa melihatnya seperti ini.

Waktu terus berjalan dan sekarang sudah menunjukan pukul 8.45 malam, berjam-jam mereka menghabiskan waktu disana, dan berjam-jam pula aku hanya berdiam diri tak jelas disini. Rasanya aku ingin berjalan menjajahkan minuman yang ku jual ini kesana untuk bisa berada dekat dengannya, namun kaki ini seperti tak mau.

Beberapa menit berlalu, ‘Dia’ mulai beranjak dari duduknya. Dia dan beberapa temannya berjalan dan sedikit melambaikan tangan ke arah teman-temannya yang lain. Aku terus mengikutinya sampai kepinggir jalan raya, memperhatikannya dari kejauhan.

Satu bus besar tepat berhenti didepan mereka, menghalangi nya dari pandangan ku. Tak lama bus itu bergerak jalan dan mereka sudah tidak ada disana. Aku pun berbalik arah pulang ketempat ku. Hanya rasa aneh yang tak karuan yang kurasakan saat berjalan pulang melewati lorong-lorong bangunan sepanjang jalan Kota Tua itu.

Akhirnya aku sampai di atas tempat tidur ku, beberapa tumpukan kardus kecil yang sudah rapih ku jejerkan di emperan stasiun kota. Aku berbaring diatasnya, melihat kearah atas.. entah apa yang ada diatas sana, tapi hanya wajah nya yang ku lihat. Bayangan lucu nya tak pernah hilang dari penglihatan ini. Rasanya ini akan menjadi malam yang sangat panjang..

Berjam-jam aku tak tidur membayangkan nya, semua tentang nya yang kulihat tadi masih sangat jelas ku rasakan. Tak tau perasaan apa ini namanya, yang jelas aku merasa sangat lengkap saat bisa melihatnya. Dulu aku pernah merasakan yang lebih sempurna dari ini.. duluuuuu. Sudah lama sekali.. aku tidak pernah merasakannya lagi, bahkan hampir lupa bagaimana rasanya. Kalau saja tidak ada dia tadi, pasti aku masih lupa apa itu rasanya senang.

Masa kecil ku tidak sesepi ini kawan, semuanya lengkap. Ada ayah, ibu, kakak-kakak, keluarga, saudara, teman bahkan sahabat.. yang sekarang sepertinya sulit aku dapatkan lagi. Dulu mereka ada disekitar ku, tapi sekarang aku lupa bagaimana rasanya dikelilingin oleh mereka. Disekeliling ku hanya ada orang-orang asing sekarang, semuanya yang tak pernah ku banyangkan, keadaan yang mungkin semua orang tidak mau ada didalamnya.

Kenapa aku bisa ada disini? Ceritanya panjang.. singkatnya, dulu kami (aku dan keluarga ku) “ada ayah, ibu, dua orang kakak (pria dan wanita) juga aku” kami tinggal disatu kota kecil dibandung. Kami termasuk keluarga yang banyak orang inginkan, bergelimang harta, harmonis, semuanya dulu ada disitu. Namun seketika kejadian itu yang merubah semuanya. Umur ku 9 tahun saat itu, sudah cukup besar untuk mengerti apa yang terjadi.

Seperti biasa, ayah dan ibu ku pergi bekerja. Saat itu hari kamis.. aku menunggu mereka pulang untuk makan malam bersama, namun hingga larut malam mereka belum kunjung datang. Rasa takut makin aku rasakan.. kedua kakak ku pun mulai cemas dan mencoba menghubungi mereka, namun tidak ada jawaban. Hingga tepat pukul 2 dinihari.. ayah menelpon ke nomor kak bima “kakak laki-laki ku”, namun kami terkejut saat mendengar ternyata bukan dia yang menelpon. Seorang petugas kepolisian yang mengatakan bahwa ayah ibu kami mengalami kecelakan dijalan tol dan sudah tidak ada. Tangis sedih, kesal, takut, rasa tidak percaya, semuanya muncul mengganggu kami. Malam itu menjadi akhir dari semua kebahagiaan ku. Aku tidak pernah tau bagaimana bisa tersenyum lagi rasanya.

Tepat satu minggu setelah kepergian mereka, keluarga itu semakin kacau saja. Kak bima menjadi pemabuk sekarang, kasar dan kak ara tak pernah pulang kerumah lagi, tak tahu kemana perginya. Aku tau mereka sangat terpukul dengan kejadian itu.. aku pun begitu. Seperti tidak ada satupun sanak saudara yang peduli dengan keadaan kami.
Akhirnya aku pergi mencari keluarga ku yang lain, ke Jakarta. Aku naik kereta dan sampai ke Stasiun Kota tempat ku berada sekarang. Aku tak punya cukup uang lagi untuk melanjutkan perjalanan. Sesampainya disana aku hanya duduk di emperan stasiun dan bingung tak tau harus kemana. Aku melihat ke sekeliling ku.. banyak anak-anak jalanan disana, aku coba untuk bergabung dengan mereka. Baru dua jam saja aku sudah mendapatkan sedikit uang, lalu aku teruskan lagi mengamen dan membantu yang lainnya berjualan. Tiba-tiba hujan turun sangat deras, awalnya aku hanya ingin mengumpulkan sedikit uang untuk bekal ku melanjutkan perjalanan, namun hujan itu yang menahan ku beranjak dari sana. Aku bermalam di emperan stasiun bersama puluhan orang lainnya.. tak pernah terbayangkan oleh ku bisa ada ditempat seperti ini dengan mereka, Bahkan orangtua ku disana pasti sedih melihatnya. Tapi lebih sedih lagi kalau aku tetap ada dirumah sendirian dan mati kelaparan bukan?

Aku tidak mau menyusahkan orang lain lagi, aku berpikir sepanjang malam disana. Mungkin ini sudah jalannya, bagaimana pun aku harus tetap melanjutkan hidup ini. Aku tidak mau menyerah dan terus-terusan bersedih karna kepergian mereka, karna aku tau.. tuhan ku tidak pernaa tidur, ia pasti sedang melihat ku sekarang, ia tidak suka orang yang mudah menyerah. Mungkin disinilah aku harus meneruskan hidup ku, jalan ku sudah diatur olehnya.. aku percaya itu.

Tak terasa bertahun-tahun telah aku lewati berada disini.. tanpa ayah, tanpa ibu, tanpa kakak-kakak ku. Hanya ada mereka ini yang menemani keseharian ku.. tukang asongan, pengamen, preman, anak jalanan, sampai orang gila yang ada disini juga menjadi saudara baru ku. Tapi tetap saja aku merasa kurang, sesungguhnya mereka hanya orang asing yang ditakdirkan untuk melengkapi perjalanan hidup ku saja. Suara bisingnya keretapun sudah tak asing lagi ku dengar ditelinga ku. Sedikit ada rasa tidak nyaman sesekali, tapi aku lebih suka ada disini daripada ditempat ku yang dulu. Semua itu hanya mengingatkan ku pada sesuatu yang menyakitkan. Mungkin sekarang mereka sudah melihat ku dari surga, melihat anaknya dalam keadaan seperti ini. Tapi aku tetap bangga pada diriku sendiri, toh apa yang aku kerjakan ini halal dan tidak mengemis-ngemis pada orang lain kan?!

Kembali lagi kecerita awal ku tentang ‘Dia’..
Yaa.. ini benar-benar menjadi malam yang panjang distasiun kota ku. Aku mencoba memejamkan mata ini dan hanya ada dia disana. Tak pernah ada yang membuat ku merasa seperti ini setelah kejadian dulu itu.. tapi bukan berarti ‘Dia’ bisa menggantikan kedua orang tua ku, tapi dengan ada nya ‘Dia’ aku jadi tau kalau ternyata hati ini masih bisa merasakan.

Selama ini hanya ada preman-preman, berandalan dan anak-anak jalanan seperti aku ini yang menemaniku. Mereka ini lah yang setiap harinya ku lihat. Keadaan terburuknya pun pernah kurasakan disini, ya.. kehidupan dikota Jakarta ini memang sangat keras, tak lepas dari jeratan narkoba, seks bebas, minum-minuman keras, judi, pemerkosaan bahkan penculikan dan perampokan. Aku hampir jadi korban mereka, tapi beruntungnya aku selamat. Aku pun tidak mau jadi bagian dari mereka.. walaupun aku tinggal dilingkungan mereka yang seperti ini tapi aku masih bisa memegang teguh prinsip ku, bahwa tuhan tidak pernah tidur. Ia akan selalu melihat satu hal sekecil apapun yang kita lakukan. Aku yakin, jika kita selalu melakukan hal yang positive maka jika ada kejadian terburuk pun itu pasti akan menjadi pelajaran besar yang tak sulit untuk mencari jalan keluarnya, dan sama halnya jika kita melakukan hal negative maka sepintar apapun kita ingin menutupinya tetap tidak akan bisa dan hanya membawa kita pada satu peristiwa buruk yang tidak akan pernah ada ujungnya.

Malam berganti.. sinar matahari menyambutku hangat pagi ini. Akhirnya malam yang panjang itu terlewati juga, namun perasaan aneh ini masih tetap tinggal. Aku tak sabar ingin melihatnya lagi, penasaran.. apa aku bisa bertemu dengan ‘Dia’ ? tapi dimana? Bahkan aku tidak tau siapa namanya. Kemungkinannya sangat kecil sekali untuk itu.

Satu minggu ku aku lewati dengan sangat murung.. mengandaikan sesuatu yang mungkin tak pernah ada, dan seharusnya memang tak ku pikirkan. Tapi kenapa sulit sekali untuk hilang? Seolah hati ini masih ingin terus mencarinya.

Satu minggu kemudian.. harapan itu tiba-tiba datang lagi. Semuanya terasa melepas beban berat ku saat bisa melihatnya lagi.. yaa, di Stasiun kota. Dia datang kemari, berpakaian rapih terlihat sangat tampan. Seperti biasa, aku hanya menatapnya dari kejauhan. Hari demi hari aku lalui dengan gembira sekarang.. karna ada yang berbeda yang dapat aku perhatikan. ‘Dia’.. setiap hari dia datang ke stasiun kota untuk berangkat, entah kemana.

Hampir dua bulan sudah dia pulang pergi melalui Stasiun Kota ini. Aku senang bisa melihatnya setiap hari sekarang, pagi dan sore ku terasa lengkap sejak ada dia yang melewatinya. Walau hanya sekilas dan dari kajauhan, tapi sudah cukup untuk membuat ku merasa benar-benar hidup dengan satu tujuan. Tujuan untuk melihatnya, tujuan untuk membuat kesedihan ku ini sedikit hilang, tujuan untuk ingin tetap hidup, tujuan untuk terus berharap dan memiliki mimpi, tujuan untuk bisa meraihnya dan tujuan untuk bisa merasakan lagi.

22 Agustus 2009.. menjadi tanggal yang sampai hari ini tak akan pernah aku lupakan. Seakan impian ku untuk bisa berada dekat dengannya terwujud. Saat itu hujan deras mengguyur kota Jakarta, awan mendung menyelimuti gelapnya senja di stasiun kota ini.. tapi menjadi malam yang sangat cerah untuk ku.

Hujan deras itu menahannya untuk tetap berasa disini bersama ku.. satu hal lagi yang membuat hari itu makin sempurna, karna ‘Dia’ yang selama ini hanya bisa aku pandangi dari kejauhan saat itu berada tepat di samping kiri ku. Kami menatap kedepan, melihat derasnya air hujan yang jatuh dari atas.. tidak ada tatapan atau pun pembicaraan disana. Tapi aku senang, hanya berada disamping mu saja sudah membuat ku merasa begitu.. sesederhana itu.

Waktu menunjukan pukul 7 dan hujan sudah mulai reda perlahan.. dia mulai menoleh keatas dan memastikan hujannya sudah reda. Tak lama ia beranjak dari tempatnya berteduh, dia menoleh kearah ku.. satu senyuman kecil dari bibirnya yang mengarah pada ku. Hanya diam.. seolah waktu berhenti berputar saat aku melihat senyumnya itu. Dia yang selama ini hanya menjadi seorang yang ku kagum-kagumkan dari kejauhan tersenyum jelas padaku. Tak bisa dijelaskan seperti apalagi senangnya aku saat itu. Lalu dia pergi. Jiwa ini seakan ingin tetap bersamanya disini.. andai hujan nya tidak berhenti, pasti dia masih ada disamping ku sekarang. Tapi sudahlah, senyumannya itu saja sudah sangat membuatku bahagia untuk malam yang ajaib.. besok pun aku akan bisa melihatnya ada disini lagi, tak sabar rasanya.

Hari berganti.. seperti biasa aku sudah siap menunggunya didekat tangga stasiun. Hari ini dia datang sedikit agak siang dari biasanya, membawa tas besar dan berpakaian santai dengan jeans, kaos dan jaket kulitnya. Tak seperti biasanya memang, tapi tak ada pikiran yang aneh lainnya dibenak ku. Aku memperhatikannya seperti biasa dari sini, dia sama sekali tak menoleh kearah ku. Dia berjalan menuju antrian didepan loket, perlahan dia berjalan maju dan sampai pada antrian paling depan. Tak lama kereta nya pun dating dan ia cepat-cepat berlari kearah kereta itu. Ya, pandangan indah ku menghilang seketika saat kereta itu melaju lagi membawanya pergi. Tapi tak apa, toh nanti sore dia pasti akan kembali lagi turun dari kereta seperti biasanya.

Aku kembali menjajahkan minuman berkeliling Stasiun Kota dan Kota Tua, tak terasa senja sudah mulai dating perlahan.. langsung saja aku bersiap diposisi ku, memandangi kearah kesayangan ku dari samping tangga stasiun. *teeng* tepat pukul 5 sekarang, suara bising dari keretanya pun sudah mulai terdengar dari jarak yang sudah cukup dekat, perlahan kereta api itu mengerem dan berjalan perlahan hingga berhenti tepat diarah pandangan ku. Satu persatu orang turun dari kereta itu, tapi ‘Dia’ tidak terlihat. Aku masih tetap menunggu.. hingga kereta kosong sama sekali dan dia tak kunjung turun. Aku mulai panik dan berlari menghampiri gerbong kereta itu satu persatu, ternyata sudah tidak ada siapa-siapa lagi didalamnya. Aku bingung, kemana dia? Apa aku tidak melihatnya ? apa dia sudah pulang? Atau dia tidak pulang? Perasaan ku semakin kacau, aku terduduk diam di dekat tiang stasiun terus memandangi kearah depan rel kereta api. Sedih, kesal, bingung, khawatir, takut.. semuanya jadi satu bergantian masuk mengisi kekosongan perasaan ini. Kemana dia? Kemana? Hanya satu kalimat itu yang terus tersirat sekarang. Apa yang terjadi padanya? Apa dia baik-baik saja? Dimana dia? Semua pertanyaan bodoh yang sampai sekarang tak pernah ada jawabannya.

Malam semakin larut, tak ada rasa kantuk sama sekali. Aku tetap duduk disana dan hanya memandangi kesatu arah. Seperti sudah gila, aneh memang. Aku kehilangan semangat lagi, hati ini semakin bergejolak ingin perang rasanya. BODOH!! Aku mencintainya! ‘Dia’ orang yang bahkan sampai sekarang tak pernah aku tau asal usulnya, namanya, semuanya. Tapi aku suka. Aku suka dia. Sangat suka. Tuhan.. kenapa perasaan seperti ini bisa aja? Apa lagi yang kau rencanakan untuk ku? Aku bingung tuhan. Aku hanya bisa diam sekarang.. Dan akan menjadi diam yang sangat lama sepertinya.

Ini menjadi malam yang panjang lagi.. malam yang sangat tak aku suka. Malam dimana hanya kenangan-kenangan memalukan untuk diingat! Kenangan buruk, menyedihkan! Kenangan yang mungkin semua orang tak ingin memilikinya. Kenangan yang merusak semuanya yang pernah aku punya, kenangan yang seharusnya tak terjadi. Mungkin tuhan ingin mengajari ku satu hal dari semua kenangan itu, tapi aku masih belum tau apa..

Tak terasa hangat nya sinar matahari pagi sudah mulai menyambar kepermukaan kulit ku.. tak ada mimpi indah semalam, karna memang tak ada yang tidur. Semalam aku hanya berbaring dikardus-kardus kecil kesayangan ku dan menatap langit-langit.

Bunyi laju kereta api sudah sangat terdengar, kebisingan orang-orang pun tak mau kalah. Aku cepat mencuci muka ku dan berjalan ketempat itu untuk melihatnya, tapi dia tidak ada disana. Dia tidak ada didalam antrian ataupun berlari menuju kereta lagi. SUDAHLAH!! Jangan mengaharapkan yang tidak mungkin lagi!

Aku berbalik mengambil barang dagangan ku ketempat biasa, dan berjalan menjajahkannya dari satu tempat ketempat lain disekitar Stasiun Kota. Sepanjang jalan aku lalui dengan diam, melewati lorong demi lorong didekat gedung Kota Tua, dan sedikit menoleh kearah sana.. pekarangan yang dulu mereka tempati saat merayakan kelulusan, tempat dimana aku asik memperhatikannya dari kajauhan. Lalu aku kembali menuju emperan ku di Stasiun Kota, perlahan aku melewati depan gerbangnya yang terbuka lebar, dan semua itu masih jelas ku ingat.. bagaimana ‘Dia’ pertama kali lewat dihadapanku, berjalan menyusuri senja diStasiun kota bersama segerombolan teman-teman sebayanya. Tawa nya, bicaranya, tatapannya, tak pernah lepas dari otak ini.

Tak terasa sudah hampir dua tahun semuanya itu pergi.. sejak pagi itu ‘Dia’ tidak benar-benar kembali lagi kesini. Kereta di pagi itu yang membawanya pergi, entah kemana perginya. Sempat aku coba lupa untuk memikirkannya, aku coba membuangnya dari sini.. tapi tetap tidak bisa. Dia selalu muncul, disini.. ditempat ku. Bayangannya, tubuh tingginya, rambut, mata, hidung, telinga, cara nya berjalan, caranya menatap, semuanya masih ada disini. Aku tidak benar-benar tau dia ada dimana sekarang.. tapi aku yakin dia baik-baik saja disana.

Hemm.. Malam tahun baru tiba juga. Dan itu akan menjadi tahun baru ke tiga ku untuk mengingatnya. Tahun baru lagi? Ya.. ‘Dia’ tak ada satu orangpun yang tau tentang ‘Aku’ dan ‘Dia’. Hanya tuhan. Tuhan dan saksi bisu ini yang jelas tau kisah ku yang sungguh aneh. Kisah yang memang tak pernah ada awal dan akhiranya. Kisah yang aneh. Sebuah kisah yang tak akan pernah ada bila aku tak pernah ada disini.

Siang berganti malam.. suara bisingnya terompet kini mewarnai malam lagi bersautan dengan bunyi-bunyi degupan kembang api dan tak kalah ramainya suara kendaraan dan orang-orang yang menghabiskan malam tahun baru bersama di kota ini.

Aku bersandar diemperan gedung Kota Tua ingin menghabiskan malam, menatap keramaian disana dan indahnya langit dengan hiasan-hiasan kerlipan kembang api yang berulang-ulang. Setiap tahunnya perayaan seperti ini memang selalu ada, dan selalu sama seperti malam ini. Tapi kali ini berbeda. Malam ini rasanya akan menjadi malam yang lebih indah. Malam tahun baru pertama ku yang benar-benar terang, karna ada ‘Dia’. Dia yang sudah dua tahun ini hanya ada di ilusiku, ‘Dia’ yang dua tahun lalu memberiku harapan.. dan sekarang membawa harapan itu kembali lagi setelah sempat membawanya pergi entah kemana. Pergi untuk waktu yang cukup lama. Ya, dua tahun ku untuk nya. Betapa terkejutnya hati ini melihatnya berdiri diseberang sana, disana, ditempat yang sama saat aku menatapinya. Tepat diarah pendangan ku melihatnya dari kejauhan. Di pekarangan gedung Kota Tua. Rasanya tubuh ini ingin berlari memeluknya kesana, degupan jantung ini pun tak mau kalah debarannya. Bibir ini terus tersenyum tak hentinya saat aku menatapnya lagi.

Tak kusangka ‘Dia’ akan kembali kesini, ditempat yang sama. Aku kira aku sudah tidak bisa melihatnya lagi. Semua tujuan itu ada lagi, rasa itu hidup lagi sekarang. Rasa yang dulu pernah mati. Aku bisa merasakan kehadirannya. Aku tak lupa lagi bagaimana rasanya menjadi senang, rasa bahagia.. tak lupa bagaimana cara tersenyum, tersenyum tanpa alasan yang jelas.

Sudah dua tahun kita terus seperti ini. Aku dan ‘Dia’. Kamu mungkin tidak pernah tau siapa aku. Tidak pernah tau ada aku disini. Tidak pernah tau siapa aku. Tidak ada yang tau memang, hanya aku, tuhan, dan gedung tua ini.

Ku beranikan diri untuk melangkah maju mendekatimu, perlahan.. lalu seketika langkah ku itu dikejutkan dan terhenti. Seorang wanita cantik berambut panjang bergelombang itu menghampiri mu, wanita sempurna yang tak mungkin tak diinginkan setiap pria. Wanita idaman, bahkan aku pun suka melihatnya. Dia dating memelukmu erat. Kalian saling melemparkan senyuman satu sama lain. Saling bertatapan. Tatapan itu yang selalu aku harapkan ada untuk ku. Tatapan yang aku idam-idamkan. Tatapan itu kau berikan dalam padanya. Wanita itu terlihat sangat berarti untuk mu, rasanya aku tau perasaan apa itu yang ada diantara kalian.. itu rasa yang sama yang selama dua tahun ini aku rasakan untuk mu. Rasa yang indah sekaligus menyakitkan. Perasaan yang abadi. Perasaan yang bisa membuat orang merasa jam berhenti berputar.

Seketika jantung ini seperti berhenti berdetak saat kau mencium keningnya perlahan. Seakan semua keramaian itu hilang, hanya ada kita disana. Aku seperti orang paling bodoh yang memandangi kalian jauh dari sini. Malam pun semakin terasa gelap, gelap dan gelap. Hanya kegelapan malam yang semakin dingin yang menemaniku. Kau memang kembali, ada disini, ditempat yang sama. Tapi semua suasananya sudah sangat berbeda sekarang.

Hati ini sungguh tak karuan, ingin menjerit, menangis, ingin tak bernafas lagi rasanya. Penantian selama dua tahun ini tak menghasilkan apapun. Hey, lihat dirimu! Ingat siapa kau disini! Kau memang tak pantas untuk nya! Kau bukan siapa-siapa dibandingkan mereka, apalagi wanita cantik itu! Kau hanya anak jalanan penjual minuman yang tinggal di emperan stasiun yang sedang dibutakan cinta! Mana mau dia dengan mu! Mana mau! Bodoh!.. hanya itu sepertinya jeritan yang terdengar dihati ku. Tak lama turun hujan sangat deras..semua orang berteduh dan emperan-emperan gedung pun menjadi ramai dengan desakan mereka. Aku tak bisa bergerak rasanya, hanya bisa terduduk diam disini. Malam semakin larut. Pandanganku tetap tak bisa lepas darinya. Sekarang wanita itu ada disampingnya, erat dengan rangkulan yang sangat hangat. Begitu senangnya mereka. Aku langsung teringat dengan hujan dimalam itu. Malam pertama ku bisa berada disampingnya, 22 Agustus 2009, menjadi malam pertama dan terakhir dia pernah tersenyum kepada ku. Dan sekarang ini adalah malam yang tak mau aku ingat! Malam terburuk ku yang kesekian. Malam yang kurika akan menjadi malam terbaik ku diawal, tapi ternyata tidak.

Malam semakin larut, hujan rintik-rintik mengisi Jakarta dimalam hari ini. Semua orang keluar dari tempat berteduhnya, tak perduli akan tetesan-tetesan air yang jatuh dari langit. Jam menunjukan hampir pukul 00.00. semua menghitung mundur perlahan dan sampai pukul 12. Pergantian tahun pun terjadi. Bisingnya terompet, kembang api dan sorak sorai pun saling bersautan terdengar. Aku masih melihatnya, mereka berpelukan erat. Seperti tercekik rasanya, dadaku rasanya tertusuk pisau tajam berbara api.

Sudah terlalu banyak tangisan dulu, dan sesakit apapun sekarang rasanya aku tak bisa mengeluarkan nya lagi. Tuhan, aku baru mengerti sekarang. Kau ‘hanya’ mempertemukan aku dengan nya, bukan untuk didekatkan apalagi disatukan. Kau hanya ingin mengingatkan ku kalau hati ini masih bisa merasakan. Hati ini masih hidup tuhan, masih bisa. Dulu yang kukira sudah tidak bisa.. sekarang aku memang sedih, tapi ‘Dia’ pernah membuat ku merasa hidup lagi. Dan semua ini tidak akan pernah terjadi kalau aku tidak ada disini. Aku tidak akan pernah melihatnya kalau saja Sembilan tahun lalu aku tidak kesini. Setidaknya.. aku masih bisa melihatnya. Tidak kau ketahui, bahwa ada aku disini yang selalu memperhatikanmu dan memandangimu bahkan sampai sekarang, sampai saat ini.

Cinta memang tidak harus saling memiliki. Ya, aku merasakannya. Mungkin sebagian orang tidak percaya, dan mungkin memang tidak ada yang mau.. tapi kalau keadaan yang sudah memaksanya begitu, tidak ada yang bisa menolaknya. Bahkan apa yang harus aku perbuat? Merebutnya? Memaksanya? Aku terlalu berbeda untuknya. Sesederhana itu kau bisa membuatku mencintai mu, dan sesederhana perbedaan yang ada diantara kita.

 

Senin, 04 Februari 2013

PESAN

By || Veni Sylviani

16.45 || Waktu menunjukan senja yang semakin gelap dengan awan mendung hari itu. Cepat – cepat aku berlari pulang karna tak ingin telat sampai ke rumah. Aku berlari menyusuri sepanjang jalan. Semakin cepat, dan seketika terhenti tepat di arah kanan mu. Tak tau apa yang menarik perhatian ku saat itu, tubuh ku perlahan menghampiri mu. Tatapan mu tak lepas dari arah itu, terus mengarah pada satu titik keramaian disana. Segerombolan orang yang berpakaian hitam dengan suasana haru. 
Tak lama suara histeris tangisan terdengar kencang dari arah itu. Seorang wanita cantik yang menangis tepat di makam yang baru saja dibuat, entah milik siapa itu. wajah nya tak terlalu asing.


Tiba-tiba saja kau tertunduk lesu saat mendengarnya. Mengalihkan padangan mu kebawah, seakan tak ingin melihat tangisan itu. Semakin penasaran, aku coba menyentuh mu tapi kau menghindar. Perlahan rintik hujan turun membasahi senja di hari itu. Kau berjalan ke bawah pohon besar di dekat pemakaman, dan aku pun mulai mengikuti. Ada sedikit percakapan kecil disana, terlalu sederhana mungkin. Namun terlalu indah untuk ditinggalkan. 


Hari semakin gelap, hujan pun sudah mulai reda. Rasanya tak ingin beranjak dari sana meninggalkan rasa nyaman itu. Tapi aku harus cepat pulang sebelum semakin gelap. Langsung saja ku keluarkan secarik kertas dan menuliskan nomor ponsel ku disana.  Ada sapaan terakhir dengan senyuman manis mu.


Segera aku berlari pulang. Singkat cerita. Sesampainya dirumah aku hanya memandangi handphone yang tak kunjung berdering. Satu, dua, tiga jam hampir putus asa aku menunggu pesan dari mu. Waktu menunjukan pukul 23.50. Sunyi nya malam semakin menemani kesendirian ku. Sayu mata yang semakin berat dengan rasa kantuk ku seketika hilang saat getaran handphone ini menyala. Satu pesan pertama dari mu saat aku membuka inbox handphone ku. Rasanya sudah lama sekali aku tidak merasakan yang seperti ini.


Tak tau perasaan apa itu. Aku semakin nyaman dengan Kita. Satu pertemuan singkat itu rasanya merubah semuanya. Ada kamu yang terus menyemangati hari-hari ku sekarang. Membawa ku keluar dari gelap. Menemani kesendirian ku lagi. Puluhan bahkan Ratusan pesan mulai mengisi inbox handphone ini setiap harinya. Ya, pesan darimu. Entah hubungan seperti apa ini namanya. Aku hanya merasa nyaman dalam zona ini. Membuat ku semakin merasa nyaman dengan pesan-pesan darimu. Kedekatan kita semakin nyata dalam ilustrasi ku. Membuat ku merasa semakin hidup, hidup dalam dunia mu.


Tempat di hari ke-40 kita bertemu, Aku mendapatkan pesan yang sangat singkat dihari itu. Hanya ucapan “Maaf”. setelah pesan itu kamu menghilang. Tak satupun aku pernah menerima pesan mu lagi. Tak ada kabar apapun lagi tentang mu. Aku kehilangan semuanya darimu. 


Hey!! Kemana kamu?! sudah ratusan bahkan ribuan kali aku coba menghubungi, tapi tak pernah bisa lagi. Aku rindu pesan darimu, walau hubungan ini hanya bisa aku rasakan lewat pesan, namun rasanya sudah cukup untuk melengkapi perasaan ku ini. 


Tepat satu minggu setelah kehilangan itu. Aku coba kembali ketempat itu lagi, di jam yang sama. Senja itu hujan lagi, tapi tak cukup deras untuk berada disana. Ku kira itu menjadi hujan terakhir ‘kita’, ada kamu disana, tepat dihadapan ku. Pandangan ku tak lepas dari arah itu, terus melihat mu dari sini. Rasanya tak puas hanya memandang mu dari kejauhan, aku coba menghampiri mu kesana. Kamu terus berjalan menghampiri makam itu. 


Sekarang aku berdiri tepat di hadapan mu, tangis ku semakin kencang saat ada mu mulai semu. Bahkan aku tak bisa memandang bayang mu lagi. Getir rasanya. Dingin. Kosong. Pandangan ku tertuju pada satu titik yang menuliskan nama mu disana. Tertata rapih, tegak diatas bukit kecil itu.
Semua pesan itu hanya ilusi ku. Bahkan kamu memang tidak pernah menuliskan apa-apa untuk ku. kamu hanya khayalan yang tidak pernah nyata di dunia ku. Hubungan jarak jauh, antara mimpi dan kenyataan yang tidak akan pernah bisa aku rasakan wujudnya. Ini semua jawaban dari kata maaf mu.
Aku terlalu asik menggambarkan ‘kita’ yang nyata nya sudah tidak ada. Mengaharapkan sosok mu yang bisa membuat ku hidup. Mengartikan mimpi sebagai sesuatu yang nyata. Bahkan aku tidak pernah ada lagi dalam dunia mu. 


Kamu membuat ku sadar akan khayalan yang menakutkan. Memikirkan sesuatu yang tidak pernah hidup, dan yang tidak pernah menghidupkan ku. Bahkan aku belum sempat merasakan pelukan itu lagi. Aku terlalu nyaman dengan khayalan ku. khayalan tentang Kita.