Kota hantu bisa ditafsirkan sebagai kota yang tak berpenduduk atau pernah mencapai puncak popularitasnya kemudian dilupakan karena sebab tertentu. Mengutip laporan Majalah Travelounge edisi Juli 2013, di Indonesia juga ada kota yang masuk ketegori kota hantu, yakni Sawahlunto, Sumatera Barat.
Sementara di Namibia dan Argentina, masing-masing memiliki satu kota "hantu" karena sempat ramai namun kemudian ditinggal penduduknya dan tak berpenghuni hingga kini. Berikut tiga kota hantu itu:
1. Kota Hantu Danau
Pada 1985, Kota Epecuen didera badai dan hutan tanpa henti selama berhari-hari. Akibatnya, kota yang terletak di tepian danau itu tenggelam sekitar 10 meter di bawah permukaan air. Beruntung, 1.500 penduduk Kota Epecuen berhasil dievakuasi.
Tiba-tiba 28 tahun kemudian, kota ini muncul lagi setelah terjadi penyusutan volume air danau. Layaknya sebuah kota hantu, yang terlihat di sana hanya deretan gedung tinggi berlumut, rumah berantakan, dan mobil bobrok terserak di jalan.
Kini, kota itu kembali ramai sebagai alternatif wisata di Argentina, meski hanya satu orang yang kini berani tinggal di sana.
Setiap pekan, sekitar 25 ribu wisatawan berkunjung untuk melakukan terapi garam atau sekadar bersantai di atas air danau yang mempunyai kadar garam 10 persen lebih tinggi dari perairan sekitar.
2. Kota Gurun
Pada 1908, Zacharias Lewala, seorang buruh kasar pembangunan rel kereta api tak sengaja menemukan sebutir berlian. Ribuan orang rela pindah ke wilayah gurun tak berpenghuni di Namibia itu.
Setelah berjaya selama 30 tahun, pasca-Perang Dunia I, produksi berlian menurun perlahan hingga menjadi nol pada 1954. Sejak itu, kota ini berubah menjadi kota hantu. Para penghuninya pergi. Kota tersebut benar-benar lengang dan meninggalkan sejumlah mitos hantu yang bergentayangan. Perlu izin khusus untuk memasuki kota itu.
3. Kota Batu Bara Sawahlunto
Sejak diumumkan kaya akan kandungan batu bara pada 1867 oleh peneliti Belanda, Kota Sawahlunto di Sumatera Barat berkembang pesat.
Eksplorasi dilakukan dengan segala sarana penunjang dibangun. Para narapidana dijadikan buruh tambang di masa awal produksi.
Diperkirakan 200 ton batu bara terkandung dalam perut bumi Sawahlunto. Namun pada 1970-an, produksi batu bara mulai turun. Kota ini pun mulai ditinggalkan dan dilupakan.
Kini, Kota Sawahlunto dihidupkan kembali menjadi kota wisata bekas industri pertambangan. Setiap bulan, ratusan turis berkunjung untuk menikmati bangunan-bangunan tua peninggalan Belanda dan bekas lahan tambang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar