Senin, 03 Desember 2012

Karikatur Sebagai Karya Komunikasi Visual Dalam Penyampaian Kritik Sosial

ABSTRAK
Karikatur merupakan salah satu bentuk karya komunikasi visual yang efektif dalam
penyampaian pesan kritik sosial. Dalam karikatur yang baik ada perpaduan unsur-unsur
kecerdasan, ketajaman dan ketepatan berpikir kritis serta ekspresif dalam menanggapi fenomena
kehidupan masyarakat, kritik sosial tersebut dikemas secara humoris.
Kata kunci: karikatur, komunikasi visual, kritik sosial

PENDAHULUAN
Informasi bergambar lebih disukai dibandingkan dengan informasi (melulu) tertulis
, karena menatap gambar jauh lebih mudah dan sederhana. Dibandingkan media verbal,
gambar merupakan media yang paling cepat untuk menanamkan pemahaman. Gambar
berdiri sendiri, memiliki subyek yang mudah dipahami dan merupakan “simbol “ yang
jelas dan mudah dikenal. Pembuatan suatu “gambar komunikasi “, dimaksudkan untuk
mendukung suatu pesan. Ada beberapa bentuk “gambar komunikasi “, antara lain:
ilustrasi, logo, dan karikatur .
Gambar karikatur adalah suatu media penyampai pesan yang digambar secara
sederhana dan menyalahi anatomi. Walaupun sesungguhnya untuk mencapai
kesederhanaan tersebut perlu mempelajari secara tekun dan jeli, sekaligus dituntut
memiliki wawasan humoristik yang cukup. Ini berarti bahwa untuk menggoreskan kartun

KARIKATUR SEBAGAI KARYA KOMUNIKASI VISUAL DALAM PENYAMPAIAN KRITIK SOSIAL
(Heru Dwi Waluyanto)
Jurusan Desain Komunikasi Visual, Fakultas Seni dan Desain –Universitas Kristen Petra
http://puslit.petra.ac.id/journals/design/129
yang sederhana ternyata tidak sesederhana yang dipikirkan orang. Belum lagi masalah
bagaimana “mengisi” karya tersebut agar mempunyai pesan atau misi yang mantap.
Ibarat masakan, diolah dengan bumbu yang pas dan disuguhkan dalam warna yang
menarik dan mengundang selera. Jika karya kartun yang nampak sederhana tersebut
diberi “isi”, ia akan menjelma menjadi apa yang disebut sebagai karikatur. Arti karikatur
yang sebenarnya adalah “potret wajah yang diberi muatan lebih” yang berkesan distortif
ataupun deformatif. Namun secara visual masih dapat dikenali obyeknya. Karya
karikatur yang biasa kita lihat di surat kabar, menggambarkan pula wajah-wajah tokoh
tertentu yang dikenal, yang dilakonkan keterlibatannya dalam suatu peristiwa atau
masalah. Karikatur atau wajah deformatif yang tergambar di dalamnya hanyalah elemen
yang dimaksud untuk memperjelas pesan yang hendak disampaikan.

SEJARAH PERKEMBANGAN KARIKATUR
Karikatur, berasal sari kata caricare ( bahasa Itali ) yang maknanya memberi
muatan atau tambahan ekstra. Karikatur telah berkembang sejak abad ke-18 terutama di
Perancis. Karikatur sudah sedemikian lama merebak ke segala penjuru dunia, sebagai
“seni khusus” gambar distortif wajah dan figur tokoh masyarakat.
Sebagai ekspresi seni, teknik pemiuhan wajah dan figur inipun telah dipelajari
secara formal, terutama di Perancis. Sejak jaman Honore Daumiere ( 1808-1879 ) hingga
Tim Mitelberg dan Patrice Ricor yang dianggap sebagai tokoh-tokoh pencetus dan
“penyebar wabah” seni deformatif ini, bentuk seni tersebut semakin digandrungi banyak
seniman, pelukis dan bahkan pematung, sebagai aliran senirupa baru yang mereka
namakan karikaturisme. Dimulai dari karya patung karikaturisme Jean-Pierre Edouard
Dantan, pematung Perancis kelahiran Normandia dengan mahakaryanya “Patung Berlioz“
yang diciptakan sekitar 1830-an. Meskipun tinggi patung ini hanya 9 inci, namun patung
kepala Berlioz ini diolah sedemikian rupa menjadi karikatural, juga sarat dengan
gambaran-gambaran lain yang terpahat di seputar rambutnya yang dibuat meninggi.

Gaya patung Dantan ini sangat mempengaruhi para seniman karikatur, sehingga mereka pun
menciptakan patung-patung kepala penyanyi, penulis, pemusik dunia terkenal. Seperti
kepala Strauss, Liszt, Paganini, Balzac, Dumas dan banyak aktor terkenal dari Comedie
Francaise. Bentuknya mungil saja, dan menjadi sangat diminati, karena dipakai sebagai
hiasan ujung tongkat, pegangan kayu, topeng dan alat permainan lainnya. Kalau kita
mengunjungi toko-toko cenderamata di Perancis, pengaruh Dantanisme inipun masih
terasa sampai sekarang. Antara lain dibuat untuk pangkal ballpoint, pensil atau bandul
loncengan dan sebagainya. Selain barang oleh-oleh yang memiliki kualitas seni, karena
buatan tangan pematung karikaturisme itu.

Kemudian pematung Jerman Timur, Helmut Schmidt, mencuat namanya lewat
karya patung dada “ Franz Josef Strauss “, seorang pejabat pemerintah Jerman Timur
(sebelum Jerman bersatu) yang konsenvatif dan anti terorisme. Wajah berlekuk-lekuk
seperti kentang ubi, perut gendut dengan kepalan tangan beruas-ruas dari besi, yang
dibuat tahun 1980.
Lalu patung-patung karikaturisme yang dipajang di halaman maupun yang
dipamerkan di dalam museum “Rumah Humor dn Satire” di Grobovo, Bulgaria, yang
merupakan koleksi patung dan pahatan dari seluruh dunia. Termasuk pahatan wayang “
Gareng Petruk “ dari Indonesia (yang di atas label tertulis “Wayang Karagoz” dari Turki).

A. Karikatur di Indonesia
Di Indonesia, sebagian karikaturis merupakan kartunis yang sekedar memasukkan
karikatur sebagai elemen dalam karyanya. Banyak karikaturis yang menghasilkan karya
“potret” yang berkesan asal-salan. Agak mirip, namun tidak dikerjakan dengan intuisi
dan wawasan yang baik, baik dari segi artistik maupun teknik penonjolan karakter tokoh
obyeknya. Jika mencapai tingkat kemiripan, meski boleh dikatakan memadai, namun ia
sebenarnya belum memvisualkan potret karikatural, melainkan masih berkutat pada
realisme. Karya tersebut tak ubahnya seperti potret ,dengan hidung agak dibuat mancung
atau pesek, mulut agak melebar, selebihnya mirip. Kesulitan kartunis dalam menciptakan
potret karikatural secara revolusioner karena adanya perasaan tidak enak atau sungkan
yang berlebihan terhadap tokoh yang menjadi obyeknya. Perasaan sungkan ini bertolak
dari rasa mawas diri, bahwa terutama bagi manusia Timur, sebab siapa yang secara
sukarela mau digambar wajahnya dengan tidak anatomis. Bagi orang-orang tertentu bisa
jadi gambar tersebut dicap menghina, merusak citra si empunya wajah, vulgar,
melecehkan, dan sebagainya.

Beberapa kartunis di Indonesia yang berpotensi besar menjadi karikaturis handal,
antara lain
: GM Sidharta, Dwi Koendoro, Pramono, Jitet Koestana, Gesigoran atau Sudi Purwono (Non-O). Sementara itu Thomas Aquino Lionar (alm.) merupakan orang
pertama kali menggarap potret karikatural sesuai dengan arti yang sebenarnya. Sebagai
misal, menteri kehakiman waktu itu (Ismail Saleh) digarap sedemikian deformatif,
sehingga lebih mirip monyet ketimbang wajah aslinya. Atau juga karikatur Ali Said )
Jaksa Agung ) yang menggiring asosiasi orang kepada wajah kuda. Namun kedua tokoh
terhormat tersebut sama sekali tidak tersinggung atau marah. Malahan mereka
memajangnya di ruang kerjanya dengan bangga.

B. Karikatur di Barat
Kartunis di Barat, merasa bangga dan terhormat karena mampu menggambarkan
wajah dan figur sedemikian “rusaknya” apalagi dimuat surat kabar untuk dipublikasikan
secara luas. Dengan potret karikatural tersebut ia bisa menjadi terkenal dan dikenal,
misalnya karikaturis kelahiran Belgia, Gerard Alsteens, dengan gambarnya “Boneka
Jimmy Carter”. Mantan presiden Amerika Serikat ini digambarkan sebagai boneka
dengan mulut tertawa memamerkan giginya yang ekstra besar. Rambut sang mantan
presiden ini direkayasa menjadi gurita dengan berbagai nama perusahaan tertulis pada
tangan-tangannya, yang berjuluran kesana kemari. Salah satu tangannya memegangi bilah
penggantung benang penggerak boneka. Karya tersebut kemudian menjadi terkenal,
karena dipamerkan dalam kelompok seni kontemporer. Lebih lagi karya ini adalah
karikatur pertama di dunia yang dipajang dalam Biennale di Venice, di Paviliun Belgia.
Contoh lainnya adalah karya David Levine memvisualkan Henry Kissinger, Menteri
Luar negeri AS waktu itu, secara karikatural. Dalam karikatur itu tidak tampak
sedemikian innocent dan tolol. Kissinger konon malah meminta pada Levine agar
karikatur tersebut diperbesar untuk dijadikan koleksinya.

KARIKATUR SEBAGAI MEDIA KOMUNIKASI VISUAL
Karikatur merupakan salah satu bentuk karya komunikasi visual yang efektif dan
mengena dalam penyampaian pesan maupun kritik sosial. Dalam sebuah karikatur yang
baik terlihat adanya perpaduan antara unsur-unsur kecerdasan, ketajaman dan ketepatan
berpikir secara kritis serta ekspresif dalam bentuk gambar kartun dalam menanggapi
fenomena permasalahan yang muncul dalam kehidupan masyarakat luas.

Menurut Wilbur Schramm di dalam bukunya “The Process and Effects of Mass
Communication”, menjelaskan 4 syarat untuk komunikasi yang berhasil, yaitu :
1. Pesan harus dibuat sedemikian rupa, sehingga ia dapat menimbulkan perhatian.
2. Pesan harus dirumuskan sebegitu rupa, sehingga ia mencakup pengertian yang sama
dan lambang-lambang yang dimengerti.
3. Pesan harus dapat menimbulkan kebutuhan pribadi dan menyarankan bagaimana
kebutuhan itu dapat dipenuhi.
4. Pesan tadi yang bagaimana kebutuhan dapat dipenuhi harus sesuai dengan situasi
penerima komunikasi ketika itu.

Pendapat di atas mengandung pengertian betapa pentingnya sebuah komunikasi
dalam kehidupan manusia . Pekerjaan komunikasi di dalam pengertian hubungan
masyarakat melibatkan usaha mengirimkan atau meyampaikan pesan yang berupa
lambang, bahasa lisan, tertulis, atau gambar dari sumber kepada khalayak dengan
mempergunakan satu atau beberapa media sebagai saluran dari pesan atau lambang tadi,
(misalnya surat kabar, majalah, buku, brosur, surat ataupun lisan), tujuannya untuk
mempengaruhi pendapat atau sikap dan tindakan orang-orang yang menerima pesan itu
tadi.
Orang atau masyarakat lebih menyukai informasi bergambar jika dibandingkan
dengan yang berbentuk tulisan, karena melihat gambar jauh lebih mudah dan sederhana.
Dengan kata lain media gambar merupakan metode yang paling cepat untuk menanamkan
pemahaman, walau gambar tidak disertai dengan tulisan sekalipun. Gambar berdiri
sendiri dan selalu memiliki subyek yang mudah dipahami, sebagai simbol yang jelas dan
mudah dikenal.

SIMPULAN
Salah satu ciri gambar karikatur adalah jenaka. Namun lebih dari itu adalah karena
penggambaran karikaturalnya, artinya satu dua aspek kehidupan manusia dipilih dan
dipertajam dengan serba dilebih-lebihkan berat sebelah agar jelas kontras mencolok,
sehingga memunculkan sesuatu yang dalam penampakan normal tidak kentara. Aspek
realita atau kehidupan manusia yang dicolokkan karikatur lucu itu terutama demi
pengucapan kritik. Kritik yang tidak berbahasa kejam menghantam, tetapi ada bantalan
empuknya demi peredaman benturan keras yang dapat berakibat fatal. Namun kritik
empuk berkat humor seperti yang kita lihat dalam gambar-gambar kartun sering justru

mirip angin, lembut empuk tetapi dapat membuat orang “masuk angin”. Paling tidak, dan
ini yang kita harapkan dari gambar humoristik : mampu memutar baling-baling kincir
angin yang bertugas memompa air dari kedalaman tanah kepermukaan. Hal ini juga
diperkuat dengan pendapat Alm. Romo Mangun, bahwa karikatur yang baik seperti
kincir angin, mampu memompa air penghidupan serta energi yang diperlukan oleh
kehidupan dan penghidupan bersama masyarakat yang normal sehat, walaupun daya
pemutarnya hanyalah yang empuk lembut. Itu adalah berkat gaya humornya.

Oleh karena itu karikatur, kartun, dan lelucon politik dalam negara yang masyarakatnya masih kerdil
dan sempit wawasannya sering tidak ditoleransi, bahkan terkadang dianggap tabu,
dilarang oleh penguasa, teristimewa dalam negara-negara yang sedikit banyak bersifat
totaliter diktatorial. Tidak asal mengkarikatur belaka dengan maksud mencekik lawan.
Lucu atau jenaka selalu datang dari mental yang dewasa dan berkadar sikap mulia, fairplay,
a consolating smile, itulah buah kejenakaan karikatur dan kartun yang baik
Ciri dari sebuah karya kartun atau karikatur secara visual harus mampu
menyuguhkan lelucon atau humor dengan media gambar. Karya karikatur harus
memenuhi syarat untuk memancing tawa. Selanjutnya kelucuan atau serba tafsiran dapat
ditambah sendiri. Sebuah karya kartun memang mengandung banyak sisi kenyataan dan
itulah barangkali yang justru mengasyikkan.

KEPUSTAKAAN
Bob Staake, The Complete Book of Caricature, North Light Book, Ohio, 1991
Ja’far H. Assegaff, Hubungan Masyarakat Dalam Praktek , Ghalia Indonesia,Jakarta,
1982
Artini Kusmiati R, Sri Pudjiastuti, Pamudji Suptandar, Teori Dasar Disain Komunikasi
Visual, Penerbit Djambatan, Jakarta, 1999
Dwi Koendoro, Panji Koming, Kompas, Jakarta, 1992
Pramono, R. Pramoedjo, Indonesia, Duniaku, Parade Karikatur 1990 - 1995, Pustaka
Harapan Jaya, Jakarta, 1996

1 komentar: